Minggu, 10 Februari 2008

PRE EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA( IR-OBGYN)

PRE-EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

PRE-EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal itu terjadi. Eklampsia merupakan peningkatan yang lebih berat dan berbahaya dari pre-eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu.
Di Indonesia, eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini pre-eklampsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindroma pre-eklampsia ringan dengan hipertensi,edema, dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre-eklampsia berat, bahkan eklampsia. Dengan pengetahuan ini menjadi jelas bahwa pemeriksaan antenatal, yang teratur dan yang secara rutin mencari tanda-tanda pre-eklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan pre-eklampsia berat dan eklampsia.
Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.
Hipertensi biasanya timbul leboh dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahuidari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pre-tibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali , hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklampsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1 atau 2 + atau 1 g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau mainstream yang timbul minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan; karena itu harus dianggap sebagai tanda yasng cukup serius.
Pre-eklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit digolongksan berat jika satu atau lebih dari gejala/tanda di bawah ini ditemukan :
1) tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekana diastolik 110 mmHg atau lebih;
2) proteinuria 5g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif;
3) oligouria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam;
4) keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium;
5) edema paru-paru atau sianosis.

Etiologi
Apa yang menjadi sebab pre-eklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-musabab penyakiy tersebut, akam tetapi tidak ada yang dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut : (1) sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa; (2) sebab bertambsahnys frekuensi dengan makin tuanya kehamilan; (3) sebab dapat terjadinya poerbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus; (4) sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan (5) sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab pre-eklampsia ialah iskemia plasenta. Akan tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklampsia dan eklampsia. Di antara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditentukan mana yang sebab mana yang akibat.

Patologi
Pre-eklampsia ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh karena itu, sebagian besar pemeriksaan anatomi-patologik berasal dari penderita eklampsia yang meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir-ini dengan biopsi hati dan ginjal, didapatkan bahwa ternyata perubahan-perubahan anatomi-patologik pada alat-alat itu pada pre-eklampsia tidak banyak berbeda daripada yang ditemukan pada eklampsia. Tidak terdapat perubahan histopatologik yang khas pada pre-eklampsia dan eklampsia. Perdarahan, infark, nekrosis, dan trombosis pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan dalam berbagai alat tubuh. Perubahan tersebut mungkin sekali diakibatkan oleh vasospasmus arteriola. Penimbunan fibrin dalam pembuluh darah juga merupakan faktor penting dalam patogenesis kelainan-kelainan tersebut.

Perubahan anatomi-patologik
Plasenta. Pada pre-eklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal sebagai akibat tuanya kehamilan, serta menipisnya sinsitium, menebalnya dindig pembuluh darah dalam villi karena fibrosis, dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik, dipercepat prosesnya pada pre-eklampsia dan hipertensi. Pada pre-eklampsia yang jelas ialah atrofi sinsitium, sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama perubahan pada pembuluh darah dan stroma. Arteria spiralis mengalami mkonstriksi dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing arteriophaty.

Ginjal. Alat ini biasanya normal atau sedikit membengkak. Pada simpai ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan-perdarahan kecil.
Penyelidikan biopsi pada gimjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968) menunjukkan bahwa pada pre-eklampsia kelainan yang terjadi berupa : (1) kelainan glomerulus; (2) hiperplasia sel-sel juksta glomeruler; (3) kelainan pada tubulus-tubulus Henle; dan (4) spasmus pembuluh darah ke glomerulus.
Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan sebagai berikut : a) sel-sel di antara kapiler bertambah; b) tampak dengan mikroskop biasa bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus seolah-olah terbelah, tetapi ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop elektron terlihat disebabkan oleh bertambahnya matriks mesangial; c) sel-sel kapiler membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada; d) penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan dalam kapsul Bowman.
Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah dengan pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi.
Epitel tubulus-tubulus Henle berdeskuamasi hebat; tampak jelas fragmen inti sel terpecah-pecah. Pembengkakan sitoploasma dan vakuolisasi nyata sekali. Pada tempat lain tampak regenerasi.
Perubahan-perubahan tersebutlah yang tampaknya menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada hubungannya dengan retensi garam dan air. Sesudah persalinan berakhir, sebagian besar perubahan yang digambarkan menghilang, hanya kadang-kadang ditemukan sisa-sisa penambahan matriks mesangial.

Hati. Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan tampak tempat-tempat perdarahan yang tidak teratur.
Pada pemeriksaan mikroskopik dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis pada tepi lobulus, disertai trombosis pada pembuluh darah kecil, terutama di sekitar vena porta. Walaupun umumnya lokasi ialah periportal, namun perubahan tersebut dapat ditemukan di tempat-tempat lain. Dalam pada itu, rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dengan luas perubahan pada hati.

Varicella (I-R anak-post tes infeksi)

VARICELLA

PENDAHULUAN
Varicella Zooster Virus (VZV) adalah penyebab dari sindroma klinik Varicella atau Chickenpox. Varicella merupakan penyakit yang biasanya tidak berat, sembuh dengan sendirinya, dan merupakan infeksi primer (1,2,3).
Zooster sebagai kesatuan klinis yang berbeda, disebabkan oleh reaktivitas dari VZV setelah infeksi primer, dimana VZV (disebut juga Human Herpes Virus – 3 / HVH-3) sendiri adalah virus dengan DNA double-stranded yang termasuk Alphaherpesvirinae (1,4).
Setelah infeksi primer, VZV menempati sistem saraf sensoris terutama di Geniculatum, Trigeminal, atau akar Ganglia Dorsalis dan dormant di sana untuk beberapa tahun. Dengan bertambahnya umur atau keadaan immunocompromised, virus menjadi aktif kembali dan turun dari sistem saraf sensoris ke kulit sehingga muncul erupsi di kulit atau keluhan lain seperti nyeri tanpa manifestasi yang nampak di kulit (3,4,5).
Varicella atau Chickenpox merupakan penyakit yang banyak ditemukan pada anak usia sekolah, dimana lebih dari 90% kasus diderita anak usia kurang dari 10 tahun. Penyakit ini tidak berat pada anak yang sehat, meskipun morbiditas meningkat pada orang dewasa dan pada pasien dengan immunocompromised. Data lain menyebutkan bahwa morbiditas penyakit ini 4000 kasus di rumah sakit dalam satu tahun, dan mortalitasnya 50 – 100 kematian dalam satu tahun, dengan perkiraan biaya perawatan mencapai 400 juta dollar sehingga pada tahun 1995 diadopsilah vaksinasi untuk penyakit ini (1,2).

DEFINISI
Varicella atau Chickenpox adalah penyakit yang disebabkan oleh Varicella Zooster Virus (disingkat dengan VZV, atau disebut juga Human Herpes Virus-3 / HHV-3), ditandai dengan adanya lesi berupa makula eritem, papul, vesikel, pustula, dan krusta, dan penyembuhannya kira – kira setelah 16 hari, serta demam yang terjadi biasanya subfebril (100 - 102°F), namun dapat pula tinggi hingga 106°F (1,4,6).

EPIDEMIOLOGI
1. Frekuensi
Di Amerika Serikat, frekuensi tergantung musim, biasanya bulan Maret dan April. Sebelum vaksin varicella disebarkan, dilaporkan terjadi 4 juta kasus varicella. Penyakit ini responsibel pada 11.000 kasus di rumah sakit dalam setahun dan terjadi 50 – 100 kasus kematian. Saat ini, kurang dari 10 kematian dalam setahun menimpa mereka yang belum diimunisasi. Sedangkan di internasional, secara universal varicella cenderung merata, diperkirakan terjadi 60 juta kasus dalam setahun. Varicella lebih berpengaruh pada individu yang tidak memperoleh kekebalan. Mungkin ada sekitar 80 – 90 juta kasus di seluruh dunia (2,6).

2. Mortalitas / Morbiditas
§ Banyak terjadi pada anak usia 1 – 4 tahun, diperkirakan 2 kematian tiap 100.000 kasus
§ Kebanyakan kematian di Amerika Serikat terjadi sebelum ada vaksinasi dan bersama dengan ensefalitis, pneumonia, infeksi bakteri sekunder, dan sindroma Reye.
§ Mortalitas pada anak – anak dengan immunocompromised lebih tinggi.
§ Penyakit ini lebih serius pada neonatus, tergantung kapan infeksi terhadap ibunya (6).

3. Ras
Tidak ada predileksi ras tertentu.

4. Seks
Tidak ada predileksi jenis kelamin (6).

5. Umur
Insiden tertinggi varicella pada anak umur 1 – 6 tahun. Anak dengan umur lebih dari 14 tahun hanya sekitar 10% dari kasus varicella.

PATOFISIOLOGI
Varicella primer disebabkan oleh infeksi Varicella Zooster Virus, suatu Herpes Virus. Penularan melalui inhalasi (droplet) atau kontak langsung dengan lesi di kulit penderita.
Infeksi biasanya terjadi dengan menembus selaput konjungtiva atau lapisan mukosa saluran napas atas penderita. Kemudian terjadi replikasi virus di limfonodi setelah dua sampai empat hari sesudahnya, dan diikuti viremia primer yang terjadi setelah empat sampai enam hari setelah inokulasi awal. Virus kemudian menggandakan diri di liver, spleen, dan organ lain yang memungkinkan.
Viremia kedua, ditandai dengan adanya partikel – partikel virus yang menyebar di kulit 14 sampai 16 hari sejak paparan awal, menyebabkan typical vesicular rash. Ensefalitis, hepatitis, atau pneumonia dapat terjadi pada saat itu.
Periode inkubasi biasanya berlangsung antara 10 sampai 21 hari. Pasien mampu menularkan penyakitnya sejak satu sampai dua hari sebelum muncul rash sampai muncul lesi yang mengeras, biasanya lima sampai enam hari setelah muncul rash pertama kali.
Meskipun kebanyakan infeksi varicella menimbulkan kekebalan seumur hidup, pernah dilaporkan infeksi ulangan pada anak yang sehat.
Hal lain yang harus dijelaskan, setelah infeksi primer VZV bertahan hidup dengan cara menjadi dormant di system saraf sensorik, terutama Geniculatum, Trigeminal, atau akar Ganglia Dorsalis dan dormant. Mekanisme imunologi host gagal menekan replikasi virus, namun VZV diaktifkan kembali jika mekanisme host gagal menampilkan virus. Kadang – kadang terjadi setelah ada trauma langsung. Viremia VZV sering terjadi bersama dengan herpes zoster. Virus bermigrasi dari akar saraf sensoris dan menimbulkan kehilangan sensoris pada dermatom dan rash yang nyeri dan khas.

MANIFESTASI KLINIK
1. Anamnesis
Pada masa prodormal, gejala – gejala yang muncul sangat bervariasi. Masa inkubasi adalah 10 sampai 20 hari.
a. Varicella yang terjadi pada anak – anak sering tidak didahului dengan gejala prodormal, melainkan ditandai dengan exanthema.
b. Pada orang dewasa dan remaja sering didahului dengan gejala prodormal yaitu, mual, mialgia, anoreksia, sakit kepala, batuk – pilek, atau nyeri tenggorok
c. Satu sampai dua hari setelah seseorang terinfeksi virus, timbul rash berupa vesikel – vesikel, dan setelah empat sampai lima hari kemudian, vesikel – vesikel tersebut pecah dan menjadi krusta.
d. Adanya trias berupa munculnya rash, malaise, dan demam subfebril menandakan onset dari varicella.
e. Pada daerah wajah, badan, kepala, dan ekstremitas proksimal, sering terlihat adanya makula eritem yang dengan cepat menjadi papul, vesikel yang jernih, dan pustula dengan umbilikasi di daerah sentral selama 12 sampai 14 hari.
f. Kadang vesikel dapat muncul di telapak tangan dan kaki, membran mukosa yang dirasakan nyeri.
g. Gatal seringkali dirasakan pada saat muncul vesikel (4).

2. Pemeriksaan Fisik
a. Adanya rash
§ Tiap lesi dimulai dari macula eritem, papul, vesikel, pustula, dan krusta
§ Bila di sekitar lesi berwarna kemerahan, dan sedikit membengkak, harus dicurigai terjadi superinfeksi bakteri
§ Beberapa lesi dapat muncul di daerah orofaring
§ Lesi yang ditemukan pada mata jarang ditemukan
§ Lesi akan mengalami erupsi setelah 3 – 5 hari
§ Lesi biasanya berubah menjadi krusta selama 6 hari dan penyembuhan terjadi setelah 16 hari
§ Pemanjangan waktu erupsi pada lesi yang baru atau penyembuhan dapat terjadi pada seseorang dengan imunitas seluler rendah

b. Demam yang terjadi biasanya subfebril (100 - 102°F), namun dapat pula tinggi hingga 106°F. Demam lama harus dicurigai terjadinya komplikasi atau imunodefisiensi (6).

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Tzanck smear pada cairan vesikuler menunjukkan adanya giant cell yang multinuklear dan badan inklusi eosinofil intranuklear pada sel epitel
Isolasi virus VZV dengan melakukan kultur cairan vesikel merupakan diagnosis defenitif, walaupun pembiakan virus VZV merupakan cara yang sulit dan hasil positif diperoleh kurang dari 40%.




Dapat digunakan dua teknik pemeriksaan, yaitu :
1) Teknik imunofluoresensi langsung
Lebih sensitif dan cepat bila dibandingkan dengan kultur jaringan

2) Teknik PCR
Sangat sensitif dalam mengidentifikasi VZV.
Dapat pula dilakukan pemeriksaan serologis seperti EIA, IFA, Complemen fixation, FAMA, dan Tes Aglutinasi Latex (4).

b. Pencitraan
Foto thoraks diindikasikan bila pada penderita menunjukkan adanya tanda – tanda gangguan pulmonal, untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya pneumonia. Pada foto thoraks dapat ditemukan normal atau adanya infiltrat bilateral yang difus pada pneumonia yang disebabkan varicella (4).

c. Pemeriksaan Lain
1) Lumbal Punksi
Anak – anak dengan tanda – tanda gangguan neurologis sebaiknya dilakukan pemeriksaan LCS melalui lumbal punksi. LCS pada penderita dengan encefalitis varicella ditemukan beberapa atau banyak sel, yaitu PMN atau mononuklear.
2) Kadar glukosa sering normal
3) Kadar protein dapat normal atau sedikit meningkat (6).

FAKTOR RESIKO
1. Neonatus pada bulan pertama memungkinkan terkena varicella yang berat, kecuali ibunya dengan seronegatif.
2. orang dewasa
3. pasien yang sedang mendapat terapi steroid dosis tinggi dalam pengobatan 2 mingu
4. pasien dengan penyakit keganasan, semua pasien anak kecil dengan kanker beresiko menderita varicella yang berat
5. stadium immunocompromised misal keganasan, sedang terapi antimalignansi, HIV, dan semua kondisi imunodefisiensi didapat maupun kongenital
6. wanita yang sedang hamil beresiko tinggi varicella, terutama dengan pneumonia

KOMPLIKASI
1. infeksi bakteri sekunder
2. komplikasi pada SSP (ataksia cerebelar post infeksi akut, ensefalitis, sindroma Reye, meningitis aseptik, GBS, dan poliradikulitis)
3. pneumonia
4. herpes zooster
5. otitis media
6. trombositopenia
7. hepatitis
8. glomerulonefritis
9. varicella hemoragik (6)

DIAGNOSIS BANDING
1. pemfigoid bulosa
2. dermatitis herpetiformis
3. drug eruption
4. eritema multiforme
5. herpes simpleks
6. impetigo
7. insect bite
8. syphilis (7)

PENCEGAHAN
1. Vaksinasi
a. Vaksin varicella terdiri dari virus varicella yang dilemahkan. Pemberian vaksin varicella di USA sejak tahun 1955 telah menurunkan angka insidensi dan kematian yang disebabkan oleh varicella.
b. Pemberian vaksin varicella telah memberikan perlindungan terhadap varicella hingga 71 – 100%, dan vaksin lebih efektif apabila diberikan pada anak setelah berusia 1 tahun. Pada anak – anak yang kurang dari 13 tahun pemberian vaksin varicella direkomendasikan dengan dosis tunggal, sedangkan pada anak – anak yang lebih besar dengan dua dosis yang diberikan dengan interval waktu 4 – 8 minggu.
c. Efek samping dari pemberian vaksin seringkali terjadi 42 hari setelah imunisasi, dan pada umumnya terjadi bila diberikan pada anak sebelum 14 bulan, setelah pemberian vaksin MMR, dan bila anak mendapat steroid peroral.

2. Imunoglobin Varicella Zooster (VZIG)
a. Diberikan sebagai profilaksis setelah terpapar virus, dan terutama pada orang – orang dengan resiko tinggi
b. Dosis yang diberikan adalah 125 IU / 10 kgBB. 125 IU adalah dosis minimal, sedangkan dosis maksimal adalah 625 IU dan diberikan secara intramuskuler
c. VZIG hanya mengurangi komplikasi dan menurunkan angka kematian varicella sehingga pada orang – orang yang tidak mengalami gangguan imunologi lebih baik diberikan vaksin varicella.

Indikasi pemberian VZIG :
a. Bayi baru lahir dari ibu yang menderita varicella 5 hari sebelum sampai 2 hari setelah melahirkan
b. Anak – anak dengan leukemia atau limfoma yang belum divaksinasi
c. Penderita dengan HIV AIDS atau dengan imunodefisiensi
d. Penderita yang mendapatkan terapi imunosupresan (steroid sistemik)
e. Wanita hamil
f. Orang – orang dengan system imun yang lemak dan belum pernah menderita varicella (5,7,8,9,10)

PENATALAKSANAAN
1. Penderita sebaiknya diisolasi dari penderita lain
2. antihistamin oral seperti Diphenhydramine dan Hydroxyzine diberikan bila pruritus hebat. Pemberiannya sebaiknya secara topikal karena toksisitasnya. Dapat terjadi absorpsi sistemik.
3. Acetaminofen diberikan untuk mengurangi demam
4. Acyclovir intravena direkomendasikan hanya pada penderita anak – anak yang immunocompromised atau dengan pneumonia atau ensefalitis varicella
5. Acyclovir oral sebaiknya diberikan pada penderita yang lebih dewasa pada saat awal sakit
6. VZIG diberikan 96 jam setelah terpapar pada orang – orang dengan resiko tinggi (2)

Berikut beberapa kelompok pengobatan yang diberikan pada penderita varicella :
1. Antihistamin
Kerjanya melalui efek penghambatan terhadap histamin pada reseptor H1.
a. Diphenhydramine
Dapat diberikan peroral, intravena, dan intramuskuler.
Nama obat
Diphenhydramine
Dosis
Dewasa :
25 – 50 mg/dosis peroral setiap 4 atau 6 jam perhari ; 10 – 50 iv mg /dosis secara iv atau im ; tidak boleh melebihi 400 mg / hari ; bila diberikan secara iv harus secara pelahan
Anak – anak :
0,5 – 1 mg/kgBB/dosis secara peroral / iv / im tiap 6 jam
Kontraindikasi
Pada orang – orang yang hipersensitif, MAOIs, dan asma akut
Interaksi
Dapat menyebabkan depresi SSP
Efek Samping
Dapat menyebabkan glaucoma sudut tertutup, hipertiroid, peptic ulcer, obstruksi traktus urinarius, sedatif

b. Hydroxyzine
Merupakan antagonis reseptor H1. Dapat menekan aktivitas histamin pada regio subkorteks pada SSP. Merupakan lini kedua bila pemberian diphenhydramine tidak dapat menghentikan pruritus. Dapat diberikan secara peroral atau intramuskuler.
Nama obat
Hydroxyzine
Dosis
Dewasa :
25 – 100 mg/dosis secara peroral atau intramuskuler tiap 4 – 6 jam perhari
Anak – anak :
2 – 4 mg/kgBB/dosis tiap 4 – 6 jam perhari. Sebagai alternative dapat diberikan 0,5 – 1 mg/kgBB/dosis tiap 4 – 6 jam perhari
Kontraindikasi
Pada orang – orang hipersensitif



2. Agen Antiviral
Diberikan pada anak – anak dengan immunocompromised atau pada anak sehat yang menderita pneumonia atau ensefalitis varicella. Sebenarnya pemberian secara rutin Acyclovir pada anak – anak sehat tidak dianjurkan.
Acyclovir dapat mencegah serangan ulang. Dapat digunakan pada penderita dengan usia lebih dari 13 tahun, anak – anak lebih dari 12 bulan dengan gangguan kulit atau paru kronik, pasien yang mendapat terapi Aspirin yang lama, dan penderita imunocompromised. Dosis pemberiannya pada dewasa 600 – 800 mg peroral 5 dosis perhari untuk 5 hari, tidak boleh melebihi 3200 mg / hari. Sedangkan untuk anak – anak 80 mg/kgBB/hari peroral untuk 5 hari. Kontraindikasi Acyclovir adalah pada penderita yang hipersensitif. Sedangkan efek sampingnya antara lain dapat menyebabkan gagal ginjal, dehidrasi, gangguan neurologist.








3. Antipiretik
Diberikan bila penderita demam, contohnya adalah Acetaminofen.
Nama obat
Acetaminophen
Dosis
Dewasa :
325 – 650 mg peroral setiap 4 – 6 jam perhari. Tidak boleh melebihi 4 g/hari
Anak – anak :
< 12 tahun : 10 – 15 mg/kgBB/dosis peroral setiap 4 – 6 jam perhari. Tidak boleh melebihi 2,5 g/hari
> 12 tahun : sama dengan dosis dewasa
Kontraindikasi
Penderita hipersensitif
Efek samping
Dapat menyebabkan gagal ginjal, dehidrasi, gangguan neurologis






4. Immunoglobulin
Imunoglobulin merupakan imunisasi pasif yang diberikan pada orang yang telah terekspos virus setelah 96 jam.
Nama Obat
Varicella Zooster Immunoglobulin Human (VZIG)
Dosis
Dewasa : 625 IU secara intramuskuler
Anak – anak :
< 10 kg : 125 IU
10,1 – 20 kg : 250 IU
20,1 – 30 kg : 375 IU
30,1 – 40 kg : 500 IU
> 40 kg : sama dengan dosis
dewasa
Kontraindikasi
Pada penderita hipersensitif dan trombositopenia tidak boleh diberikan intravena karena dapat menyebabkan defisiensi Ig A, nyeri, kemerahan, dan bengkak pada tempat injeksi (2)






PROGNOSIS
1. Pada varicella yang tidak berat, prognosis baik
2. Angka kematian dari pneumonia varicella adalah 10% pada orang – orang dengan sistem imun baik, dan 30% pada penderita yang immunocompromised
3. Angka morbiditas dan mortalitas cukup tinggi terjadi pada anak – anak yang menderita varicella dengan immunocompromised
4. Bila seseorang telah terinfeksi varicella, akan memberikan ketahanan seumur hidup walaupun reinfeksi sekunder pernah dilaporkan
5. Bila varicella terjadi pada neonatus, angka kematian dapat mencapai hingga 30% (5,8).

KESIMPULAN
1. Penyebab varicella adalah Varicella Zooster Virus yang merupakan anggota Human Herpes Virus subfamili Alpha Herpesvirinae, dan sebagaimana semua virus herpes, virus ini adalah virus DNA.

2. Varicella sangat menular, serangan kedua mencapai 80 – 90% pada kontak keluarga

3. Transmisi terjadi dengan :
a. Droplet pernapasan yang mengandung virus yang sangat menular sampai muncul rash
b. Papula dan vesikel (yang belum kering) mengandung banyak virus
c. Periode infeksi varicella dimulai dua hari sebelum lesi kulit muncul, dan berakhir ketika lesi mengering, biasanya lima hari kemudian
d. Kontak langsung antara seseorang dengan orang yang memiliki lesi yang mengandung banyak virus
e. Maternal varicella dengan viremia dapat menyebar melalui plasenta ke fetus, hal ini mengakibatkan varicella fetus

4. Faktor resiko menderita varicella antara lain :
a. Neonatus pada bulan pertama, kecuali ibunya dengan seronegatif
b. Orang dewasa
c. Pasien yang mendapat terapi steroid dosis tinggi dalam pengobatan 2 minggu
d. Pasien dengan penyakit keganasan, semua pasien anak kecil dengan kanker beresiko menderita varicella yang berat
e. Stadium immunocompromised seperti keganasan, sedang menjalani terapi anti malignansi, HIV, dan semua kondisi imunodefisiensi didapat maupun kongenital
f. Wanita yang sedang hamil beresiko tinggi terkena varicella, terutama dengan pneumonia


5. Obat – obat yang dipakai untuk terapi varicella antara lain :
a. Antihistaminiral
b. Antiviral
c. Antipiretik
d. Immunoglobulin

6. Prognosis :
a. Pada varicella yang tidak berat, prognosis baik
b. Angka kematian dari pneumonia varicella adalah 10% pada orang – orang dengan system imun yang baik, dan 30% pada penderita yang immunocompromised
c. Angka morbiditas dan mortalitas cukup tinggi
d. Bila seseorang telah terinfeksi varicella, akan memberikan ketahanan seumur hidup walaupun reinfeksi sekunder pernah dilaporkan
e. Komplikasi fatal jarang terjadi
f. Bila varicella terjadi pada neonatus, angka kematian dapat mencapai hingga 30% (5,8).




MANIFESTASI ORAL PADA PENYAKIT GINJAL (I-R GILUT)

GAGAL GINJAL KRONIS.
KONSEP GAGAL GINJAL KRONIS
A.
DEFINISI
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min.
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
4B. ETIOLOGI Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
5C. PATOFISIOLOGI & PATHWAYS
1. Patofisiologi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :a. Penurunan cadangan ginjal; Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsib. Insufisiensi ginjal; Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medisc. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir; Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal.
4D. MANIFESTASI KLINIK
1. Kardiovaskuler Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis Pitting edema (kaki, tangan, sacrum) Edema periorbital Friction rub pericardial Pembesaran vena leher
2. Dermatologi Warna kulit abu-abu mengkilat Kulit kering bersisik Pruritus Ekimosis Kuku tipis dan rapuh Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner Krekels Sputum kental dan liat Nafas dangkal Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal Anoreksia, mual, muntah, cegukan Nafas berbau ammonia Ulserasi dan perdarahan mulut Konstipasi dan diare Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi Tidak mampu konsentrasi Kelemahan dan keletihan Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran Disorientasi Kejang Rasa panas pada telapak kaki Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal Kram otot Kekuatan otot hilang Kelemahan pada tungkai Fraktur tulang Foot drop
7. Reproduktif Amenore Atrofi testikuler
5E. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan Laboratoriumo Laboratorium darah :BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin) o Pemeriksaan UrinWarna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKGUntuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USGMenilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
4F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia. 3. Dialisis 4. Transplantasi ginjal
5G. KOMPLIKASIKomplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :1. Hiperkalemia2. Perikarditis3. Hipertensi4. Anemia5. Penyakit tulang5












MANIFESTASI ORAL PADA GAGAL GINJAL KRONIS

1.Pembengkakan gingiva
Pembengkakan gingiva dikarenakan terapi obat adalah manifestasi oral pada penyakit ginjal yang paling sering dilaporkan. Ini dapat disebabkan oleh siklosporin dan atau penghambat calcium channel. Hal ini terutama mempengaruhi papila interdental labia, walaupun dapat juga menjadi lebih luas, meliputi margo gingiva dan lingua serta permukaan palatum.6

1.1. Pembengkakan Gingiva disebabkan siklosporin
Prevalensi pembengkakan gingiva pada pasien yang meminum siklosporin masih belum jelas, dari 6 sampai 85%. Hal ini dapat tampak 3 bulan setelah permulaan penggunaan siklosporin. Usia anak-anak dan remaja lebih rentan terjadi penyakit ini dibanding pada dewasa. Bila kebersihan mulut jelek, usia lebih tua dapat rentan mendapat penyakit ini juga.
Perbaikan kebersihan mulut dapat mengurangi kejadian penyakit ini. Tetapi, ini lebih dikarenakan pengurangan plak yang terkait proses inflamasi, dibandingkan pelebaran gingiva karena penggunaan siklosporin ini sendiri. Ada beberapa laporan yang masih bertentangan pada hubungan pembengkakan gingiva dengan dosis siklosporin, tapi luas pembengkakan gingiva tampaknya tidak berhubungan dengan fungsi cangkok ginjal.
Pengawasan secara teratur penyakit ini penting, karena karsinoma sel skuamosa dan sarkoma Kaposi dilaporkan didapatkan pada penyakit pembengkakan gingiva seperti ini.8

1.2. Pembengkakan gingiva disebabkan obat penghambat saluran kalsium.
Penghambat saluran kalsium digunakan oleh para pasien resipien cangkok ginjal untuk mengurangi hipertensi dan efek nefrotoksik yang disebabkan siklosporin. Dilaporkan penggunaan berbagai jenis obat ini, di antaranya, nifedipin, amilodipin.,diltiazem, verapamil, oksidipin, felodipin, nitrendipin, menyebabkan pembengkakan gingiva. Dilaporkan, prevalensi kejadian pembengkakan gingiva, disebabkan nifedipin bervariasi antara 10-83% pasien yang dirawat. Belum ada data mengenai prevalensi pada obat yang lain.
Adanya plak gigi dapat menjadi prediposisi pembengkakan gingiva karena nifedipin, tapi tidak begitu penting untuk perkembangan selanjutnya. Dosis dan durasi penggunaan tidak berhubungan dengan prevalensi pembengkakan gingiva. Beberapa penelitian menunjukkan pengurangan kejadian pembengkakan gingiva setelah adanya penggantian dengan Obat Penghambat Saluran Kalsium yang lain, tapi obat-obat ini juga masih tetap dapat menyebabkan pembengkakan gingiva.6


1.3 Kombinasi terapi siklosporin dan penghambat saluran kalsium
Ada peningkatan kejadian dan keparahan pembengkakan gingiva ketika siklosporin dan obat penghambat saluran kalsium digunakan bersama. Sebaliknya, kombinasi verapamil dangan siklosporin tampaknya tidak meningkatkan frekuensi atau keparahan pembengkakan gingiva secara signifikan.6


1.4 Takrolismus
Takrolismus dilaporkan dapat menyebabkan atau juga mengurangi pembengkakan gingiva, walaupun pada penelitian terbaru pada anak dengan cangkok ginjal, 41 % pasien yang memakai siklosporin mengalami pembengkakan gingiva, mayoritas mereka yang menerima takrolismus tidak memiliki penyakit ini. Pembengkakan gingiva karena siklosporin dapat berkurang atau sembuh ketika siklosporin digantikan dengan takrolismus.6

1.5 Perubahan gingiva yang lain
Gingiva pada pasien GGK dapat menjadi pucat karena anemia, dengan kemungkinan hilangnya garis pertemuan mukogingiva, dan kalau ada kelainan trombosit, gingiva dapat menjadi mudah berdarah.3

2. Kebersihan mulut dan penyakit periodontal
Kebersihan mulut pada pasien yang menggunakan hemodialisis dapat menjadi jelek. Contohnya, hanya 15% -45% pasien dengan hemodialisis pada 4 pusat kesehatan di Virginia yang memliki tingkat kebersihan mulut yang baik. Deposit kalkulus dapat meningkat.
Tidak ada bukti yang cukup kuat mengenai peningkatan risiko periodontitis, walaupun tanggal gigi lebih awal juga telah dilaporkan, osteomielitis supuratif terlokalisasi , sekunder dari periodontitis, telah ditemukan pada satu pasien penerima hemodialisis.6


3.Xerostomia
Gejala xerostomia dapat muncul pada banyak pasien yang menggunakan hemodialisis. Penyebab yang mungkin meliputi intake cairan yang terbatas, efek samping terapi obat, dan atau pernapasan menggunakan mulut. Xerostomia yang lama dapat menjadi predisposisi timbulnya karies dan peradangan gingiva dan dapat menyebabkan kesulitan bicara, retensi dental, mastikasi, disfagi, luka pada mulut, dan hilang rasa.
Xerostomia juga menjadi predisposisi terjadinya karies dan kejadian infeksi, seperti kandidosis dan sialadenitis supuratif akut.6

4.Bau mulut
Pasien uremia dapat memiliki bau mulut seperti amonia, yang juga terjadi pada sepertiga pasien yang menerima hemodialisis. Gagal ginjal kronis dapat menyebabkan sensasi rasa yang berubah, dan beberapa pasien mengeluhkan rasa tidak enak atau seperti logam, dan juga sensasi pembesaran lidah.3



5.Lesi mukosa mulut
Beragam jenis lesi mukosa mulut, terutama bercak putih dan atau ulserasi, telah didapatkan pada pasien-pasien penerima hemodialisis dan cangkok ginjal. Khususnya, penyakit seperti liken planus, dapat muncul, terkadang, tapi tidak selalu, sebagai akibat terapi obat. Hal yang sama, oral hairy leukoplakia dapat muncul disebabkan imunosupresi karena obat, walaupun secara klinis dan histopatologis lesi yang serupa dengan yang disebabkan virus EBV tersebut, telah ditemukan dengan uremia. Dengan catatan, lesi lanjut dapat sembuh dengan koreksi uremia.2
Stomatitis uremia dapat berwujud sebagai daerah putih, merah, atau abu-abu pada mukosa mulut. Bentukan eritema pustulosa terbentuk dari pseudomembran abu-abu di atas bercak merah yang nyeri, sedang bentukan ulseratif berwarna merah dengan ditutupi pustul. Tidak ada deskripsi secara histologis yang jelas mengenai stomatitis uremia ini, dan juga sulit untuk menjelaskan penyebab perubahan mukosa mulut yang tidak biasa ini.Beberapa penelitian menyebutkan secara histologis, penyakit ini ditandai dengan infiltrat keradangan minimal dengan hiperplasi epitel dan hiperparakeratinisasi yang tidak biasa.
Etiologi stomatitis uremia masih belum jelas diketahui, walaupun diperkirakan berasal dari kenaikan komponen amonia dalam darah, juga diperkirakan dapat berasal dari pembakaran kimia. Amonia terbentuk oleh kerja bakteri urease yang merubah urea saliva yang dapat meningkat pada pasien tersebut. Diperkirakan, stomatitis muncul bila kadar urea dalam darah lebih tingi dari 300 mg/ml, walaupun ada beberapa laporan perubahan mukosa dapat terjadi pada kadar urea kurang dari 200 mg/dl.
Pasien yang mengalami penyakit ini biasanya mengeluh penyakit mukosa mulut yang membuat tidak nyaman, terkadang berpengaruh pada nutrisi dan input cairan, penurunan aliran saliva, dan sensasi terbakar pada bibir.
Pada beberapa keadaan, permukaan mukosa dapat menjadi eritema atau berupa ulserasi. Makula mukosa mulut dan nodul juga didapatkan pada 14% pasien yang menerima hemodialisis.2







Gambar.1 Stomatitis uremik


Gambar 2. Stomatitis uremik
Gambar 3. Stomatitis uremik


Gambar4. gambaran histopatologis stomatitis uremik


6.Keganasan mulut
Risiko karsinoma sel skuamosa pada mulut pada pasien yang menerima hemodialisis adalah sama dengan risiko pada populasi orang yang sehat, walaupun telah ada laporan yang menunjukkan bahwa terapi yang menyertai cangkok ginjal merupakan predisposisi kejadian displasia epitelial dan karsinoma pada bibir. Mungkin, Sarkoma Kaposi dapat muncul pada mulut resipien cangkok ginjal yang mengalami imunosupresi. Ada beberapa laporan kejadian karsinoma sel skuamosa di daerah pembengkakan gingiva yang disebabkan penggunaan siklosporin. Tiap peningkatan risiko keganasan mulut pada pasien GGK mungkin menunjukkan efek imunosupresan iatrogenik, yang meningkatkan kejadian tumor yang berhubungan dengan virus seperti sarkoma Kaposi ataiu limfoma Non Hodgkin. 6






Gambar 5. Sarkoma Kaposi

7.Infeksi oral
7.1 Kandidosis
Keilitis angular ditemukan pada 4% pasien dengan hemodialisis dan resipien cangkok ginjal. Lesi kandidiasis oral lain seperti pseudomembran (1,9%), eritema (3,8%) dan kandidosis atropik kronis (3,8%) ditemukan pada resipien cangkok ginjal.

7.2 Infeksi Virus
Sekitar 50 % resipien cangkok ginjal yang seropositif herpes simplex, mengalami episode infeksi HSV rekuren, parah dan lama. Tetapi akhir-akhir ini, penggunaan terapi anti herpes yang efektif telah mengurangi infeksi serupa secara signifikan. Keadaan imunosupresi yang lama pada pasien pasca pencangkokan ginjal dapat menjadi predisposisi infeksi herpesvirus 8 (HHV-8) dan sarkoma Kaposi yang terkait.


7.3 Kelainan Gigi
Gigi lambat tumbuh dilaporkan pada anak-anak dengan GGK. Hipoplasi enamel pada gigi susu maupun permanen dengan atau tanpa warnanya berubah menjadi coklat juga dapat timbul.
Pada pasien GGK dewasa, penyempitan atau kalsifikasi ruang pulpa juga dapat terjadi. Penyebab yang sebenarnya dari perubahan gigi ini belum diketahui. Resipien cangkok ginjal mengalami penyempitan ruang pulpa lebih banyak daripada pasien yang menerima hemodialisis. Tidak ada hubungan yang konsisiten antara terapi kortikosteroid dengan penyempitan ruang pulpa.
Peningkatan maupun penurunan angka kejadian karies gigi telah dilaporkan pada kelompok pasien GGK. Tetapi, tidak ada bukti yang menunjukkan peningkatan risiko karies secara signifikan pada pasien dengan GGK. Walaupun pasien mengalami xerostomia, tampaknya tidak ada peningkatan risiko terjadi karies servikalis, seperti yang diperkirakan sebelumnya.
Kehilangan jaringan gigi non-karies lebih banyak dijumpai pada pasien dengan GGK dibandingkan populasi orang sehat. Ini mungkin disebabkan karena nausea, regurgitasi esofagus atau vomitus yang disebabkan bulimia nervosa.

7.4 Lesi pada tulang
Beragam jenis kelainan tulang dapat dijumpai pada penyakit ginjal kronis. Ini menunjukkan bermacam jenis kelainan metabolisme kalsium, termasuk hidroksilasi dari 1-hidroksikolekalsiferol menjadi vitamin D aktif, penurunan ekskresi ion hidrogen (dan asidosis yang diakibatkannya), hiperpospatemia, hipokalsemia,dan hiperparatiroidisme sekunder yang diakibatkan, dan terakhir gangguan biokimiawi pospat oleh proses dialisis.
Hiperparatiroidisme sekunder mempengaruhi 92% pasien yang menerima hemodialisis. Hiperparatiroidisme dapat berakibat antara lain menjadi tumor coklat maksila, pembesaran tulang basis skeletal dan mempengaruhi mobilitas gigi. Beberapa kelainan pada tulang yang lain antara lain adalah demineralisasi tulang, fraktur rahang, lesi fibrokistik radiolusen, penurunan ketebalan korteks tulang, dan lain-lain. Sedang pada gigi dan jaringan periodonsium antara lain, terlambat tumbuh, hipoplasi enamel, kalsifikasi pulpa, penyempitan pulpa, dan lain-lain.6

pRAKATA

BlOg Ini bErisi BebErapa I-R di dunia Per-koASAn MUWArdI...SolO....
SERta beberapa MakalAh sumbangan paRa koaS yang berdedikasi tinggi Untuk MemUdahkan generasi berikutnya...
Ingat MEMUDAHKAN bukan MEMBODOHKAN...
hehee